Tuesday, August 23, 2016

Makalah Perbanyakan Vegetatif Tanaman Kakao

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Budidaya kakao (Theobroma cacao L.) dewasa ini ditinjau dari penambahanluas areal di Indonesia terutama kakao rakyat sangat pesat, karena kakao merupakan salah satu komoditas unggulan nasional setelah tanaman karet, kelapa sawit, kopi, dan teh. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berperan penting bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia terutama dalam penyediaan lapangan kerja baru, sumber pendapatan petani dan penghasil devisa bagi negara.
            Kakao merupakan tanaman tahunan yang mulai berbunga dan berbuah umur 3-4 tahun setelah ditanam. Apabila pengelolaan tanaman kakao dilakukan secara tepat, maka masa produksinya dapat bertahan lebih dari 25 tahun, selain itu untuk keberhasilan budidaya kakao perlu memperhatikan kesesuaian lahan dan faktor bahan tanam. Penggunaan bahan tanam kakao yang tidak unggul mengakibatkan pencapaian produktivitas dan mutu biji kakao yang rendah, oleh karena itu sebaiknya digunakan bahan tanam yang unggul dan bermutu tinggi (Raharjo, 1999).
            Indonesia merupakan negara terbesar ketiga mengisi pasokan kakao dunia yang diperkirakan mencapai 20% bersama Negara Asia lainnya seperti Malaysia, Filipina, dan Papua New Guinea (UNCTAD, 2007; WCF, 2007 dalam Supartha, 2008) . Peningkatan luas areal pertanaman kakao belum diikuti oleh produktivitas dan mutu yang tinggi. Data Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1983 luas areal tanaman kakao 59.928 ha, dengan produksi sekitar 20.000 ton, dan pada tahun 1993 luas areal tanaman kakao menjadi 535.000 ha dengan produksi mencapai 258.000 ton (Direktur Jenderal Perkebunan, 1994). Produksi kakao saat ini 435.000 ton dengan produksi dari perkebunan rakyat sekitar 87%. Produksi tertinggi yakni 67% diperoleh dari wilayah sentra produksi kakao yang berpusat di daerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah ( Suhendi, 2007)
            Upaya untuk meningkatkan produktivitas per satuan luas (intensifikasi) dilakukan melalui pengkajian teknologi inovasi baru yang terarah dan berkelanjutan, yaitu pengkajian perbanyakan benih secara vegetatif.  Perbanyakan tanaman secara vegetatif akan menghasilkan populasi tanaman yang homogen dalam sifat-sifat genetiknya. Pada tanaman kakao dikenal beberapa macam cara perbanyakan vegetatif yang lazim yaitu stek (cuttings) dan okulasi (budding). Sedangkan perbanyakan secara sambungan (grafting) dan cangkokan (air layering) baru dilakukan penelitian dan pengkajian oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (PUSLITKOKA). Jadi penulis akan membahas tentang perbanyakan vegetativ tanaman kakao.

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah ;
1.      Untuk mengetahui apa saja perbanyakan vegetatif pada saat ini
2.      Untuk mengetahui langkah-langkah perbanyakan vegetatif pada tanaman kakao
3.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah perbanyakan vegetatif
4.      Untuk menambah wawasan penulis dan pembaca


























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tanaman Kakao
Kakao termasuk tanaman perkebunan berumur tahunan. Tanaman tahunan ini dapat mulai berproduksi pada umur 3-4 tahun . Tanaman kakao menghasilkan biji yang selanjutnya bisa diproses menjadi bubuk coklat. Sistematik tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut:

Divisio                : Spermatophyta
Subdivisio          : Angiospermae
Ordo                   : Malvales
Famili                 : Sterculiaceae
Genus                 : Theobroma
Spesies               : Theobroma cacao L.

Kakao merupakan tanaman perkebunan di lahan kering, dan jika di usahakan secara baik dapat berproduksi tinggi serta menguntungkan secara ekonomis. Sebagai salah satu tanaman yang dimanfaatkan bijinya, maka biji kakao dapat dipergunakan untuk bahan pembuat minuman, campuran gula-gula dan beberapa jenis makanan lainnya bahkan karena kandungan lemaknya tinggi biji kakao dapat dibuat cacao butter/mentega kakao, sabun, parfum dan obat-obatan.
Sunanto (1994) mengatakan bahwa sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi cokelat secara besar-besaran hanya tiga jenis, yaitu:
1) Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan. Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan banyak dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai bahan pembuatan produkproduk cokelat yang bermutu tinggi. Saat ini bahan tanam kakao mulia banyak digunakan karena produksinya tinggi serta cepat sekali mengalamifase generatif.

2) Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen cokelat dan menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk cacao, atau dikenal juga sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero sering juga disebut sebagai kakao lindak. Kakao lindak memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit dibandingkan kakao mulia. Endospermanya berwarna ungu tua dan berbentuk bulat sampai gepeng, proses fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit dari pada kakao mulia.

3) Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan Forastero secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen. Kakao jenis Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cacao dan ada yang termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario antara lain hybride Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybride (kakao lindak). Kakao ini memiliki keunggulan pertumbuhannya cepat, berbuah setelah berumur 2 tahun, masa panen sepanjang tahun, tahan terhadap penyakit VSD (Vascular streak dieback) serta aspek agronominya mudah.

2.2 Perbanyakan Tanaman Kakao
Tanaman kakao dapat diperbanyak dengan dua cara yaitu perbanyakan secara generatif maupun vegetatif. Cara perbanyakan generatif dewasa ini sangat jarang digunakan lagi dalam penyediaan bahan tanam untuk usaha perkebunan, karena dengan cara ini akan menghasilkan tanaman dengan tipe pertumbuhan  yang tidak seragam dan terjadi segregasi genetis (Prawoto dan Bambang, 1996). Tujuan dari perbanyakan tanaman adalah untuk menghasilkan tanaman baru sejenis yang sama unggul atau bahkan lebih. Caranya adalah dengan menumbuhkan bagian-bagian tertentu dari tanaman induk yang memiliki sifat unggul (Agro Media, 2007).

2.2.1 Teknik perbanyakan kakao secara generatif
Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang dihasilkan dari penyerbukan bunga jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala putik). Benih kakao termasuk golongan benih rekalsitran sehingga memerlukan penanganan khusus (Puslit Kopi dan Kakao, 2004). Dikatakan benih rekalsitran karena ketika masak fisiologi kadar airnya tinggi yakni lebih dari 40%, viabilitas benih akan hilang dibawah ambang kadar air yang relatif tinggi yaitu lebih dari 25%, untuk tahan dalam penyimpanan memerlukan kadar air yang tinggi. Benih kakao yang dikeluarkan dari buahnya tanpa disimpan dengan baik akan berkecambah dalam waktu 3–4 hari dan dalam keadaan normal benih akan kehilangan daya tumbuhnya 10– 15 hari (Soedarsono, 1976 ).
Keunggulan tanaman hasil perbanyakan secara generatif adalah system perakarannya yang kuat dan rimbun, oleh karena itu sering dijadikan sebagai batang bawah untuk okulasi atau sambungan. Selain itu, tanaman hasil perbanyakan secara generatif juga digunakan untuk program penghijauan dilahanlahan kritis yang lebih mementingkan konservasi lahan dibandingkan dengan produksi buahnya. Sementara itu ada beberapa kelemahan perbanyakan secara generatif, yaitu sifat biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat pohon induknya. Jika ditanam ratusan atau ribuan biji yang berasal dari satu pohon induk yang sama akan menghasilkan banyak tanaman baru dengan sifat yang beragam. Ada sifat yang sama atau bahkan lebih unggul dibandingkan dengan sifat pohon induknya, namun ada juga yang sama sekali tidak membawa sifat unggul pohon induk, bahkan lebih buruk sifatnya. Keragaman sifat dipengaruhi oleh mutasi gen dari pohon induk jantan dan betina (Agro Media, 2007).

2.2.2 Teknik perbanyakan kakao secara vegetatif

Perbanyakan tanaman secara vegetatif akan menghasilkan populasi tanaman homogen dalam sifat-sifat genetiknya. Perbanyakan secara vegetatif dilakukan dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti cabang, ranting, pucuk, daun, umbi dan akar. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang dan daun sekaligus. Perbanyakan secara vegetatif dapat  dilakukan dengan cara cangkok, rundukan, setek dan kultur jaringan (AgroMedia,2007 ).
Perbanyakan vegetatif pada tanaman kakao dikenal tiga macam cara yang lazim digunakan, yaitu okulasi (budding), sambung pucuk (top grafting) dan sambung samping (side grafting), namun akhir-akhir ini dikembangkan juga perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan (tissue culture) atau yang lebih dikenal dengan istilah Somatik Embryogenesis (SE).

A. Okulasi (budding)
Penempelan atau okulasi (budding) adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan sedemikian rupa, sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka sambungan atau tautannya. Bagian bawah (yang mempunyai perakaran) yang menerima sambungan disebut batang bawah (rootstock atau understock) atau sering disebut stock. Bagian tanaman yang ditempelkan atau disebut batang atas, entres (scion) dan merupakan potongan satu mata tunas (Prastowo dan Roshetko, 2006).
Rukmana (1997) mengemukakan bahwa hal yang penting untuk diperhatikan dalam perbanyakan tanaman dengan okulasi adalah persyaratan batang bawah dan batang atas. Batang bawah harus memenuhi persyaratan antara lain: pertumbuhan dan perakarannya baik (kuat), tahan kekurangan dan kelebihan air, memiliki pertumbuhan yang seimbang dengan batang atas dan tahan terhadap hama dan penyakit. Persyaratan batang atas adalah berproduksi tinggi, berpenampilan menarik, tahan terhadap hama dan penyakit dan digemari oleh masyarakat luas. Syarat lain yang perlu diperhatikan pada waktu pengambilan entres adalah kesuburan dan kesehatan pohon induk.
Langkah-langkah okulasi
Pertama Kulit batang bawah disayat secara melintang dengan lebar 6-12 mm, Kemudian dikupas ke arah bawah dengan panjang 2-3 cm sehingga terbentuk lidah. Lidah kemudian dipotong dengan menggunakan pisau okulasi dan disisakan seperempat bagian. Semntara Mata tunas dari cabang entres disayat dengan kayunya sepanjang ± 2 cm. Mata tunas disisipkan pada sayatan batang bawah, lalu diikat dengan tali plastik yang telah disiapkan (Gambar 2.1). Pengikatan dimulai dari bagian bawah ke atas (sistem genting bertingkat) agar pada waktu hujan atau penyiraman air tidak masuk ke dalam okulasian. Setelah okulasi berumur dua minggu, tali plastik dibuka. Mata tunas yang berwarna hijau menandakan bahwa okulasi berhasil (hidup). Batang bawah kemudian dipotong dengan menyisakan dua helai daun. Mata tunas yang berwarna coklat menandakan okulasi mengalami kegagalan.
Prastowo dan Roshetko (2006) mengatakan bahwa waktu terbaik pelaksanaan okulasi adalah pada pagi hari, antara jam 07.00 - 11.00, karena saat tersebut tanaman sedang aktif berfotosintesis sehingga kambium tanaman juga dalam kondisi aktif dan optimum, diatas jam 12.00 daun mulai layu, tetapi ini bisa diatasi dengan menempel di tempat yang teduh sehingga terhindar dari sinar matahari langsung (Puslit Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

B. Sambung pucuk (top grafting)

Menyambung (grafting) merupakan suatu usaha perbanyakan tanaman dengan cara melukai atau menyayat kedua individu tanaman yang masih satu species atau varietas dengan berbagai keunggulannya. Keduanya digabungkan sehingga kambium mata tunas (entres) dan kambium batang bawah (understump) saling melekat satu sama lain dan semakin banyak bagian yang melekat sesama kambium tersebut semakin besar kemungkinannya untuk tumbuh (Wudianto danRini, 1987).
Fakto- factor yang harus diperhatikan
a) batang bawah merupakan tanaman yang sehat, mempunyai perakaran yang dalam dan berasal dari jenis unggul.
b) batang atas diambil dari cabang atau tunas yang tumbuh ke atas (orthotrop);
c) entres diusahakan tidak terinfeksi penyakit Entres diusahakan dalam keadaan lembab, sebaiknya setelah dipotong dibungkus dengan kertas koran basah dan
dimasukkan dalam kotak (box) yang bersih;
d) pemeliharan tanaman dan kondisi sambungan sangat diperlukan seperti
membungkus sambungan dan menjaga kelembabannya agar tanaman tidak
kekeringan.
Langkah-langkah sambung pucuk
1. Potong batang atas dari pohon induk, lalu buang daunnya.
2. Buat sayatan berbentuk huruf V pada dua sisi pangkal batang atas.
3. Potong batang bawah 40–50 cm dari permukaan tanah, lalu belah bagian atasnya sedalam 3 cm.
4. Selipkan batang atas ke dalam belahan batang bawah dan ikat dengan plastik dari bawah ke atas.
5. Beri sungkup atau tudung plastic pada sambungan dan ikat sungkup dengan karet gelang atau tali rafia
6. Periksa sambungan setelah 2–3 minggu bila batang atas masih segar, berarti sambungan berhasil.
7. Segera buka plastik sungkupnya namun biarkan ikatan pada sambungan.









C. Sambung samping
Sambung samping pada tanaman kakao dewasa adalah salah satu kegiatan penyambungan yang dilakukan dengan menempel satu potong cabang (entres) sepanjang sekitar 15 cm, pada batang utama (batang penanti) tanaman dewasa. Pertumbuhan tunas selanjutnya dipengaruhi oleh cahaya matahari yang masuk kebawah tajuk. Tajuk yang lebih rapat menyebabkan pertumbuhan tunasnya lebih lambat dibangdingkan dengan tajuk yang sudah dijarangkan (Napitupulu dan Pamin, 1995).
 Factor-faktor yang diperhatikan yaitu:
(a) kemampuan batang bawah (under stock) dan atas (entres) menyatu (uniting);

(b) penyambungan entris harus dilakukan sedemikian rupa sehingga pembuluh kambium dapat menyatu dengan batang bawah dengan baik, sehingga batang bawah dapat menyuplai air dan bahan makanan sampai tunas baru keluar;

(c) penyambungan dilakukan pada saat yang tepat, dalam arti batang atas pada tahap fisiologi yang baik (sebaiknya pada saat dormansi), sedangkan batang bawah pada masa pertumbuhan aktif;

(d) setelah proses penyambungan selesai, usahakan bekas luka tidak mengalami insfeksi oleh penyakit dan jamur;

(e) tanaman dirawat dengan baik sehingga memungkinkan tunas hasil penyambungan berkembang dengan sempurna.

Semula teknik okulasi tanaman dewasa menjadi anjuran utama dalam upaya klonalisasi tanaman kakao di Malaysia (Bahaudin dkk, 1984), tetapi kini sambung samping lebih dipilih oleh petani karena lebih mudah pelaksanaannya dan tanaman baru lebih cepat menghasilkan dibandingkan dengan teknik okulasi (Prawoto, 1995).




























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kakao termasuk tanaman perkebunan berumur tahunan. Tanaman tahunan ini dapat mulai berproduksi pada umur 3-4 tahun . Tanaman kakao menghasilkan biji yang selanjutnya bisa diproses menjadi bubuk coklat.
Tanaman kakao dapat diperbanyak dengan dua cara yaitu perbanyakan secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang dihasilkan dari penyerbukan bunga jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala putik). Perbanyakan tanaman secara vegetatif akan menghasilkan populasi tanaman homogen dalam sifat-sifat genetiknya. Perbanyakan vegetatif pada tanaman kakao dikenal tiga macam cara yang lazim digunakan, yaitu okulasi (budding), sambung pucuk (top grafting) dan sambung samping (side grafting),
Semula teknik okulasi tanaman dewasa menjadi anjuran utama dalam upaya klonalisasi tanaman kakao di Malaysia (Bahaudin dkk, 1984), tetapi kini sambung samping lebih dipilih oleh petani karena lebih mudah pelaksanaannya dan tanaman baru lebih cepat menghasilkan dibandingkan dengan teknik okulasi (Prawoto, 1995).

B.Saran
            Ilmu pengetahuan adalah ilmu yang terus berkembang jadi penulis sarankan agar jangan heran apabila dijumpai perbanyakan vegetative lainnya khususnya pada kakao ini.















Daftar Pustaka
Diunduh dari https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi-6ofYz4PMAhUDupQKHbxtAqoQFggbMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.pps.unud.ac.id%2Fthesis%2Fpdf_thesis%2Funud-192-39373615-gabung.pdf&usg=AFQjCNEWRzbKnNXo_px7Ai-jo8KqBwKWBQ

Cunningham, R. K., & Arnold, P. (1962). The shade and fertilizer requirements of cacao (Theobroma cacao) inGhana. journal of the science of food and agriculture, 13(4), 213-221.

FAOSTAT (n.d). Cocoa – Commodity. Diunduh 23 April 2013, dari http://faostat.fao.org/site/567/DesktopDefault.aspx?PageID=567#ancor

Pusat Penelitian Kakao dan Kopi Indonesia. (n.da). Teknik Budidaya Kakao. Diunduh 14 April 2013, dari http://www.youtube.com/watch?v=uMVNPq7AGTg

Pusat Penelitian Kakao dan Kopi Indonesia. (n.db). Budidaya Kakao Klonal Plagiotrop. Diunduh 23 April 2013, dari http://iccri.net/download/leaflet%20kakao/kakao/budidaya%20kakao%20klonal%20plagiotrop.pdf

Roshetko JM, Purnomosidhi P, Tarigan J, Setiawan A, Prahmono A, Surgana M. 2012. Pembuatan Pembibitan tanaman.lembar informasi Vol1 . Bogor , Indonesia. World Agroforestry Centre – ICRAF ,Sea Regional Office.6p
.
Purnomosidhi P, Tarigan J, Surgana M, Roshetko JM. 2012. Teknik Perbanyakan Vegetatif. Lembar Informasi Vol 2. Bogor , Indonesia. World Agroforestry Centre – ICRAF ,Sea Regional Office.6p

Willson, K. (1999). Coffee, cocoa and tea. Wallingford, Oxon: Cabi Publishing.

Wessel, M. (2001). Shade and nutrition. In G. Wood, & R. Lass, Cocoa (pp. 166-194). Iowa: Blackwell Science.(Original work published 1985).

Willey, R. (1975). The use of shade in coffee, cocoa and tea. Horticultural Abstracts, 45(12), 791798


No comments:

Post a Comment