BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Budidaya kakao (Theobroma cacao L.)
dewasa ini ditinjau dari penambahanluas
areal di Indonesia terutama kakao rakyat sangat pesat, karena kakao merupakan salah satu
komoditas unggulan nasional setelah tanaman karet, kelapa sawit, kopi, dan teh. Kakao
merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang
berperan penting bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia terutama dalam penyediaan lapangan kerja
baru, sumber pendapatan petani dan penghasil
devisa
bagi negara.
Kakao
merupakan tanaman tahunan yang mulai berbunga dan berbuah umur 3-4 tahun setelah ditanam.
Apabila pengelolaan tanaman kakao dilakukan
secara
tepat, maka masa produksinya dapat bertahan lebih dari 25 tahun, selain itu untuk keberhasilan budidaya kakao
perlu memperhatikan kesesuaian lahan dan
faktor
bahan tanam. Penggunaan bahan tanam kakao yang tidak unggul mengakibatkan pencapaian
produktivitas dan mutu biji kakao yang rendah, oleh karena itu sebaiknya digunakan
bahan tanam yang unggul dan bermutu
tinggi
(Raharjo, 1999).
Indonesia
merupakan negara terbesar ketiga mengisi pasokan kakao dunia yang diperkirakan mencapai
20% bersama Negara Asia lainnya seperti
Malaysia,
Filipina, dan Papua New Guinea (UNCTAD, 2007; WCF, 2007 dalam Supartha, 2008) . Peningkatan luas
areal pertanaman kakao belum diikuti oleh
produktivitas
dan mutu yang tinggi. Data Biro Pusat Statistik menunjukkan
bahwa pada tahun 1983 luas areal tanaman kakao 59.928 ha, dengan produksi sekitar 20.000 ton, dan
pada tahun 1993 luas areal tanaman kakao
menjadi
535.000 ha dengan produksi mencapai 258.000 ton (Direktur Jenderal Perkebunan, 1994). Produksi kakao
saat ini 435.000 ton dengan produksi dari
perkebunan
rakyat sekitar 87%. Produksi tertinggi yakni 67% diperoleh dari wilayah sentra produksi kakao yang
berpusat di daerah Sulawesi Selatan,
Sulawesi
Tenggara, dan Sulawesi Tengah ( Suhendi, 2007)
Upaya
untuk meningkatkan produktivitas per satuan luas (intensifikasi) dilakukan
melalui pengkajian teknologi inovasi baru yang terarah dan berkelanjutan, yaitu
pengkajian perbanyakan benih secara vegetatif.
Perbanyakan tanaman secara vegetatif akan menghasilkan populasi tanaman
yang homogen dalam sifat-sifat genetiknya. Pada tanaman kakao dikenal beberapa
macam cara perbanyakan vegetatif yang lazim yaitu stek (cuttings) dan
okulasi (budding). Sedangkan perbanyakan secara sambungan (grafting)
dan cangkokan (air layering) baru dilakukan penelitian dan pengkajian
oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (PUSLITKOKA). Jadi penulis akan membahas tentang perbanyakan
vegetativ tanaman kakao.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini adalah ;
1.
Untuk
mengetahui apa saja perbanyakan vegetatif pada saat ini
2.
Untuk
mengetahui langkah-langkah perbanyakan vegetatif pada tanaman kakao
3.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah perbanyakan vegetatif
4.
Untuk
menambah wawasan penulis dan pembaca
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tanaman Kakao
Kakao
termasuk tanaman perkebunan berumur tahunan. Tanaman tahunan ini dapat mulai berproduksi
pada umur 3-4 tahun . Tanaman kakao
menghasilkan
biji yang selanjutnya bisa diproses menjadi bubuk coklat. Sistematik tanaman kakao menurut
Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut:
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Ordo
: Malvales
Famili
: Sterculiaceae
Genus
: Theobroma
Spesies
: Theobroma cacao L.
Kakao
merupakan tanaman perkebunan di lahan kering, dan jika di usahakan secara baik dapat
berproduksi tinggi serta menguntungkan secara ekonomis.
Sebagai salah satu tanaman yang dimanfaatkan bijinya, maka biji kakao dapat dipergunakan untuk
bahan pembuat minuman, campuran gula-gula
dan
beberapa jenis makanan lainnya bahkan karena kandungan lemaknya tinggi biji kakao dapat dibuat cacao
butter/mentega kakao, sabun, parfum dan
obat-obatan.
Sunanto
(1994) mengatakan bahwa sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis
yang paling banyak ditanam untuk produksi
cokelat
secara besar-besaran hanya tiga jenis, yaitu:
1) Jenis Criollo,
yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan. Jenis ini menghasikan biji
kakao yang mutunya sangat baik dan
dikenal
sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan banyak dibutuhkan oleh
pabrik-pabrik sebagai bahan pembuatan produkproduk cokelat yang bermutu tinggi. Saat
ini bahan tanam kakao mulia banyak
digunakan karena produksinya tinggi serta cepat sekali mengalamifase generatif.
2) Jenis Forastero,
banyak diusahakan diberbagai negara produsen cokelat dan menghasilkan cokelat yang mutunya
sedang atau bulk cacao, atau dikenal
juga
sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero sering juga disebut
sebagai kakao lindak. Kakao lindak memiliki
pertumbuhan vegetatif yang lebih baik,
relatif
lebih tahan terhadap
serangan hama dan penyakit dibandingkan kakao mulia.
Endospermanya berwarna
ungu tua dan berbentuk bulat sampai
gepeng,
proses fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit dari pada kakao mulia.
3) Jenis Trinitario,
merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan Forastero secara alami, sehingga kakao ini
sangat heterogen. Kakao jenis Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine
flavour cacao dan ada yang termasuk
bulk cacao.
Jenis Trinitario antara lain hybride Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybride (kakao
lindak). Kakao ini memiliki keunggulan
pertumbuhannya
cepat, berbuah setelah berumur 2 tahun,
masa panen sepanjang
tahun, tahan terhadap penyakit
VSD (Vascular streak dieback)
serta
aspek agronominya mudah.
2.2 Perbanyakan Tanaman Kakao
Tanaman
kakao dapat diperbanyak dengan dua cara yaitu perbanyakan secara generatif maupun vegetatif.
Cara perbanyakan generatif dewasa ini sangat
jarang
digunakan lagi dalam penyediaan bahan tanam untuk usaha perkebunan, karena dengan cara ini akan
menghasilkan tanaman dengan tipe pertumbuhan yang
tidak seragam dan terjadi segregasi genetis (Prawoto dan Bambang, 1996). Tujuan dari perbanyakan tanaman
adalah untuk menghasilkan tanaman baru
sejenis
yang sama unggul atau bahkan lebih. Caranya adalah dengan menumbuhkan bagian-bagian tertentu
dari tanaman induk yang memiliki sifat
unggul
(Agro Media, 2007).
2.2.1 Teknik perbanyakan kakao secara
generatif
Perbanyakan
secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang dihasilkan dari penyerbukan bunga
jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala putik).
Benih kakao termasuk golongan benih rekalsitran sehingga memerlukan penanganan khusus (Puslit Kopi dan
Kakao, 2004). Dikatakan benih rekalsitran karena
ketika masak fisiologi kadar airnya tinggi yakni lebih dari 40%, viabilitas benih akan hilang dibawah ambang
kadar air yang relatif tinggi yaitu lebih dari 25%,
untuk tahan dalam penyimpanan memerlukan kadar air yang tinggi. Benih kakao yang dikeluarkan dari buahnya
tanpa disimpan dengan baik akan berkecambah
dalam waktu 3–4 hari dan dalam keadaan normal benih akan kehilangan daya tumbuhnya 10– 15
hari (Soedarsono, 1976 ).
Keunggulan
tanaman hasil perbanyakan secara generatif adalah system perakarannya yang kuat dan rimbun,
oleh karena itu sering dijadikan sebagai
batang
bawah untuk okulasi atau sambungan. Selain itu, tanaman hasil perbanyakan secara generatif juga
digunakan untuk program penghijauan dilahanlahan kritis
yang lebih mementingkan konservasi lahan dibandingkan dengan produksi buahnya. Sementara itu ada
beberapa kelemahan perbanyakan secara
generatif,
yaitu sifat biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat pohon induknya. Jika ditanam ratusan atau
ribuan biji yang berasal dari satu pohon induk yang
sama akan menghasilkan banyak tanaman baru dengan sifat yang beragam. Ada sifat yang sama atau bahkan
lebih unggul dibandingkan dengan sifat pohon
induknya,
namun ada juga yang sama sekali tidak membawa sifat unggul pohon induk, bahkan lebih buruk sifatnya.
Keragaman sifat dipengaruhi oleh mutasi gen
dari
pohon induk jantan dan betina (Agro Media, 2007).
2.2.2
Teknik perbanyakan kakao secara vegetatif
Perbanyakan
tanaman secara vegetatif akan menghasilkan populasi tanaman homogen dalam sifat-sifat
genetiknya. Perbanyakan secara vegetatif
dilakukan
dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti cabang, ranting, pucuk, daun, umbi dan akar.
Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang ada
dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang dan daun
sekaligus. Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan
dengan cara cangkok, rundukan, setek dan kultur jaringan (AgroMedia,2007 ).
Perbanyakan
vegetatif pada tanaman kakao dikenal tiga macam cara yang lazim digunakan, yaitu okulasi
(budding), sambung pucuk (top grafting) dan sambung samping (side grafting),
namun akhir-akhir ini dikembangkan juga
perbanyakan
tanaman dengan kultur jaringan (tissue culture) atau yang lebih dikenal dengan istilah Somatik
Embryogenesis (SE).
A. Okulasi (budding)
Penempelan
atau okulasi (budding) adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan sedemikian
rupa, sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman setelah
terjadi regenerasi jaringan pada
bekas luka sambungan atau tautannya. Bagian bawah (yang mempunyai perakaran) yang menerima sambungan
disebut batang bawah (rootstock atau
understock)
atau
sering disebut stock. Bagian tanaman yang ditempelkan atau disebut batang atas, entres (scion)
dan merupakan potongan satu mata tunas
(Prastowo
dan Roshetko, 2006).
Rukmana
(1997) mengemukakan bahwa hal yang penting untuk diperhatikan
dalam perbanyakan tanaman dengan okulasi adalah persyaratan batang bawah dan batang atas.
Batang bawah harus memenuhi persyaratan antara lain:
pertumbuhan dan perakarannya baik (kuat), tahan kekurangan dan kelebihan air, memiliki pertumbuhan yang
seimbang dengan batang atas dan tahan terhadap hama
dan penyakit. Persyaratan batang atas adalah berproduksi tinggi, berpenampilan menarik, tahan
terhadap hama dan penyakit dan digemari oleh
masyarakat
luas. Syarat lain yang perlu
diperhatikan pada waktu pengambilan
entres
adalah kesuburan dan kesehatan pohon
induk.
Langkah-langkah okulasi
Pertama Kulit
batang bawah disayat secara melintang dengan lebar 6-12 mm, Kemudian
dikupas ke arah bawah dengan panjang 2-3 cm sehingga terbentuk lidah. Lidah
kemudian dipotong dengan menggunakan pisau okulasi dan disisakan seperempat
bagian.
Semntara Mata tunas dari
cabang entres disayat dengan kayunya sepanjang ± 2 cm. Mata tunas
disisipkan pada sayatan batang bawah, lalu diikat dengan tali plastik
yang telah
disiapkan (Gambar 2.1). Pengikatan dimulai dari bagian bawah ke atas (sistem
genting bertingkat) agar pada waktu hujan atau penyiraman air tidak masuk ke
dalam okulasian. Setelah okulasi berumur dua minggu, tali plastik dibuka.
Mata tunas yang berwarna hijau menandakan bahwa okulasi berhasil (hidup). Batang
bawah kemudian dipotong dengan menyisakan dua helai daun. Mata
tunas yang berwarna coklat menandakan okulasi mengalami kegagalan.
Prastowo
dan Roshetko (2006) mengatakan bahwa waktu
terbaik
pelaksanaan okulasi adalah pada pagi hari, antara jam 07.00 - 11.00, karena saat tersebut tanaman sedang
aktif berfotosintesis sehingga kambium
tanaman
juga dalam kondisi aktif dan optimum, diatas jam 12.00 daun mulai layu, tetapi ini bisa diatasi
dengan menempel di tempat yang teduh sehingga terhindar
dari sinar matahari langsung (Puslit Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
B.
Sambung pucuk (top grafting)
Menyambung
(grafting) merupakan suatu usaha perbanyakan tanaman dengan cara melukai atau menyayat kedua
individu tanaman yang masih satu
species
atau varietas dengan berbagai keunggulannya. Keduanya digabungkan sehingga kambium mata tunas (entres)
dan kambium batang bawah (understump) saling melekat satu sama lain dan semakin banyak bagian yang
melekat sesama kambium
tersebut semakin besar kemungkinannya untuk tumbuh (Wudianto danRini, 1987).
Fakto-
factor yang harus diperhatikan
a) batang bawah merupakan tanaman yang
sehat, mempunyai perakaran yang dalam
dan berasal dari jenis unggul.
b) batang atas diambil dari cabang atau
tunas yang tumbuh ke atas (orthotrop);
c) entres diusahakan tidak terinfeksi
penyakit Entres diusahakan dalam keadaan
lembab, sebaiknya setelah dipotong
dibungkus dengan kertas koran basah dan
dimasukkan dalam kotak (box) yang
bersih;
d) pemeliharan tanaman dan kondisi
sambungan sangat diperlukan seperti
membungkus sambungan dan menjaga
kelembabannya agar tanaman tidak
kekeringan.
Langkah-langkah
sambung pucuk
1. Potong batang atas dari pohon induk,
lalu buang daunnya.
2. Buat sayatan berbentuk huruf V pada
dua sisi pangkal batang atas.
3. Potong batang bawah 40–50 cm dari
permukaan tanah, lalu belah bagian atasnya sedalam 3 cm.
4. Selipkan batang atas ke dalam belahan
batang bawah dan ikat dengan plastik dari bawah ke atas.
5. Beri sungkup atau tudung plastic pada sambungan dan
ikat sungkup dengan karet gelang atau tali rafia
6. Periksa sambungan setelah 2–3 minggu
bila batang atas masih segar, berarti sambungan berhasil.
7. Segera buka plastik sungkupnya namun
biarkan ikatan pada sambungan.
C. Sambung samping
Sambung
samping pada tanaman
kakao dewasa adalah salah satu kegiatan penyambungan yang dilakukan dengan menempel satu potong cabang
(entres) sepanjang sekitar 15 cm, pada
batang
utama (batang penanti) tanaman dewasa. Pertumbuhan tunas selanjutnya dipengaruhi oleh cahaya matahari
yang masuk kebawah tajuk. Tajuk yang lebih
rapat
menyebabkan pertumbuhan tunasnya lebih lambat dibangdingkan dengan tajuk yang sudah dijarangkan
(Napitupulu dan Pamin, 1995).
Factor-faktor
yang diperhatikan yaitu:
(a) kemampuan
batang bawah (under stock) dan atas (entres) menyatu (uniting);
(b) penyambungan
entris harus dilakukan sedemikian rupa sehingga pembuluh kambium dapat menyatu dengan batang
bawah dengan baik, sehingga batang
bawah dapat menyuplai air dan bahan
makanan sampai tunas baru keluar;
(c) penyambungan
dilakukan pada saat yang tepat, dalam arti batang atas pada tahap fisiologi yang baik
(sebaiknya pada saat dormansi), sedangkan batang bawah
pada masa pertumbuhan aktif;
(d) setelah
proses penyambungan selesai, usahakan bekas luka tidak mengalami insfeksi oleh penyakit dan jamur;
(e) tanaman
dirawat dengan baik sehingga memungkinkan tunas hasil penyambungan berkembang dengan sempurna.
Semula
teknik okulasi tanaman dewasa menjadi anjuran utama dalam upaya klonalisasi tanaman kakao di
Malaysia (Bahaudin dkk, 1984), tetapi kini sambung
samping lebih dipilih oleh petani karena lebih mudah pelaksanaannya dan tanaman baru lebih cepat
menghasilkan dibandingkan dengan teknik
okulasi
(Prawoto, 1995).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kakao termasuk
tanaman perkebunan berumur tahunan. Tanaman
tahunan
ini dapat mulai berproduksi pada umur 3-4 tahun . Tanaman kakao menghasilkan biji yang selanjutnya
bisa diproses menjadi bubuk coklat.
Tanaman
kakao dapat diperbanyak dengan dua cara yaitu perbanyakan secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan
secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang dihasilkan dari penyerbukan bunga
jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala putik).
Perbanyakan tanaman secara vegetatif akan menghasilkan populasi tanaman homogen dalam sifat-sifat
genetiknya. Perbanyakan vegetatif pada tanaman kakao dikenal tiga macam cara yang lazim digunakan, yaitu okulasi
(budding), sambung pucuk (top grafting) dan sambung samping (side grafting),
Semula
teknik okulasi tanaman dewasa menjadi anjuran utama dalam upaya klonalisasi tanaman kakao di
Malaysia (Bahaudin dkk, 1984), tetapi kini sambung
samping lebih dipilih oleh petani karena lebih mudah pelaksanaannya dan tanaman baru lebih cepat
menghasilkan dibandingkan dengan teknik
okulasi
(Prawoto, 1995).
B.Saran
Ilmu
pengetahuan adalah ilmu yang terus berkembang jadi penulis sarankan agar jangan
heran apabila dijumpai perbanyakan vegetative lainnya khususnya pada kakao ini.
Daftar
Pustaka
Diunduh
dari
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi-6ofYz4PMAhUDupQKHbxtAqoQFggbMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.pps.unud.ac.id%2Fthesis%2Fpdf_thesis%2Funud-192-39373615-gabung.pdf&usg=AFQjCNEWRzbKnNXo_px7Ai-jo8KqBwKWBQ
Cunningham, R. K., & Arnold, P.
(1962). The shade and fertilizer requirements of cacao (Theobroma cacao)
inGhana. journal of the science of food and agriculture, 13(4),
213-221.
FAOSTAT (n.d). Cocoa – Commodity.
Diunduh 23 April 2013, dari
http://faostat.fao.org/site/567/DesktopDefault.aspx?PageID=567#ancor
Pusat Penelitian Kakao dan Kopi
Indonesia. (n.da). Teknik Budidaya Kakao. Diunduh 14 April 2013, dari
http://www.youtube.com/watch?v=uMVNPq7AGTg
Roshetko JM, Purnomosidhi P, Tarigan J,
Setiawan A, Prahmono A, Surgana M. 2012. Pembuatan Pembibitan tanaman.lembar informasi Vol1 . Bogor , Indonesia.
World Agroforestry Centre – ICRAF ,Sea Regional Office.6p
.
Purnomosidhi P, Tarigan J, Surgana M,
Roshetko JM. 2012. Teknik Perbanyakan Vegetatif. Lembar Informasi Vol 2. Bogor , Indonesia. World Agroforestry Centre – ICRAF
,Sea Regional Office.6p
Willson, K. (1999). Coffee, cocoa and
tea. Wallingford, Oxon: Cabi Publishing.
Wessel, M. (2001). Shade and nutrition.
In G. Wood, & R. Lass, Cocoa (pp. 166-194). Iowa: Blackwell
Science.(Original work published 1985).
Willey, R. (1975). The use of shade in
coffee, cocoa and tea. Horticultural Abstracts, 45(12), 791798