Makalah
Sistem dan mekanisme Sertifikasi ISPO

Oleh:
Desta Randi
Agroekosistem
Program
Studi Agroteknologi
Fakultas
Pertanian
Universitas
Islam Kuantan Singingi
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Dalam
5 tahun terakhir, terjadi pergeseran pasar minyak nabati dunia, dari sebelumnya
didominasi konsumsi minyak kedelei yang diproduksi di negara maju (Eropa)
menjadi minyak sawit yang diproduksi di negara berkembang (Indonesia, Malaysia,
Papua Nugini, Nigeria, Ghana dll). Dari sisi suplai, pasokan produksi Indonesia
menjadi yang terbesar (44%) menggeser pasokan Malaysia (41%) untuk konsumsi
minyak sawit dunia. Harga minyak mentah (crude oil) yang naik di luar
perkiraan juga membuat minyak sawit selalu menjadi pembicaraan sebagai
substitusi dalam bentuk biofuel.
Disamping itu, ada
beberapa isu negatif yang terkait dengan perkelapasawitan di Indonesia antara
lain minyak kelapa sawit sebagai minyak yang tidak sehat, penyebab rusaknya
lingkungan, hutan, terjadinya deforestrasi, kekeringan, terpinggirkannyaindegeneous
people, menurunnya/matinya satwa yang dilindungi, menyebabkan
pemanasan global dan terjadinya perubahan iklim, CO2 emission dan masih banyak isu negatif
lainnya. Menanggapi berbagai isu dan permasalahan perkebunan kelapa sawit maka
pemerintah Indonesia memandang perlu disusunya sebuah pedomanIndonesian
Sustainable Palm Oil (ISPO) menjawab tuntutan untuk
memproduksi minyak sawit berkelanjutan yang datang dari konsumen, industri,
pembeli danstakeholder perkelapasawitan lainnya. Pembangunan
perkebunan kelapa sawit merupakan pembangunan lintas sektor, sehingga harus
tunduk dan patuh pada seluruh ketentuan/perundangan seluruh instansi terkait
yang berlaku, tidak hanya dibidang pertanian/perkebunan saja.
berikut masalah yang akan dibahas yakkni
tentang system sertifikasi ISPO.
1.2 Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut;
1.
Untuk mengetahui apa itu
ISPO.
2.
Untuk mengetahui sisitem
dan mekanisme sertifikasi ISPO.
3.
Untuk menambah wawasan .
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Sertifikasi ispo
1. Penilaian Usaha
Perkebunan sebagai prasyarat
Setiap perusahaan yang
melakukan usaha perkebunan di Indonesia wajib memiliki izin usaha baik berupa IUP,
IUP-B dan atau IUP-P, ITUP dan SPUP. Bagi perusahaan yang telam mempuyai izin,
baik pada tahap pembangunan maupun tahap operasional secara rutin akan
dilakukan penilaian dan pembinaan usaha perkebunan. Penilaian ini dimaksudkan
untuk menjaga kesinambungan dan kelangsungan usaha perkebunan dan kelangsungan
usaha perkebunan serta memantau sejauh mana penerima izin telah melakukan dan
mematuhi kewajibannya.
Bagi pelaku usaha perkebunan tahap
pembangunan, penilaian dilakukan oleh provinsi/kabupaten 1 (satu) tahun sekali
sedangkan usaha perkebunan tahap oprerasional, penilaian dilakukan setiap 3
tahun sekali sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.
07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang pedoman penilaian usaha perkebunan.
Penilaian usaha perkebunan dilakukan oleh petugas penilai yang merupakan
petugas (PNS) Dinas yang membidangi Perkebunan yang telah dilatih dan
mendapatkan sertifikat sebagai penilain dari Lembaga Pendidikan Perkebunan.
Petugas Penilai bertanggungjawab secara teknis dan yuridis terhadap hasil
penilaiannya.
Aspek yang dinilai
meliputi legalitas, menajemen, kebun, pengolahan hasil, sosial, ekonomi
wilayah, lingkungan serta pelaporan. Hasil penilaian tersebut berupa penilaian
kelas kebun bagi kebun operasional, yaitu kebun kelas I (baik sekali), kelas II
(baik), kelas III (sedang), kelas IV (kurang) dan kelas V (kurang sekali).
Kebun dengan hasil
penilaian kelas I, II dan III dapat mengajukan permohonan untuk dilakukan audit
agar dapat diterbitkan sertifikasi ISPO. Sedangkan bagi kebun yang tergolong
kelas IV diberikan peringatan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 4 bulan dan
kebun kelas V diberikan peringatan sebanyak 1 kali dalam selang waktu 6 bulan.
Apabila dalam jangka waktu peringatan tersebut perusahaan perkebunan yang
bersangkutan belum dapat melaksananakan perbaikan dan saran tindak lanjut, maka
izin usaha perkebunannya dicabut.
2. Persyaratan
Sertifikasi
Persyaratan untuk
mendapatkan sertifikasi ISPO meliputi kepatuhan aspek hukum, ekonomi,
lingkungan, dan sosial sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan yang
berlaku serta sanksi bagi mereka yang melanggar. Ketentuan ini merupakan
serangkain persyaratan yang terdiri dari prinsip dan kriteria dan panduan yang
dipersyaratkan untuk pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dan
pabrik kelapa sawit. Prinsip dan Kriteria ISPO Perkebunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan adalah :
1.
Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan
2.
Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit
3.
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
4.
Tanggungjawab Terhadap Pekerja
5.
Tanggungjawab Sosial dan Komunitas
6.
Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat
7.
Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan
Dibanyak perkebunan
negara dan swasta besar, pemenuhan terhadap prinsip tersebut sudah relatif
memadai kecuali dalam beberapa kriteria, yaitu mekanisme penanganan
sengketa lahan dan kompensasi, mekanisme pemberian informasi, pelestarian
keanekaragaman hayati (biodiversity), identifikasi kawasan yang mempunyai
nilai konservasi tinggi (NKT), mitigasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan
realisasi tanggung jawab sosial perusahaan. Sedang untuk prinsip-prinsip
lainnya hanya perlu perbaikan dokumentasi agar pemenuhan buktinya dapat
ditunjukkan dan konsisten.
3. Pelaku
Usaha yang dinilai:
Unit yang disertifikasi
adalah kebun pemasok dan pabrik kelapa sawit (PKS) terutama kebun milik
sendiri, bila PKS mendapat pasokan dari plasma yang berada dalam satu
manajemen, TBS yang dihasilkan harus memenuhi kriteria ISPO dengan pengawasan
sepenuhnya dari kebun inti sesui lamanya waktu yang ditoleransi oleh komisi
ISPO. Untuk menndapatkan sertifikat ISPO kebun inti, plasma dan swadaya harus
tidak bermasalah dengan kepemilikan tanah/kebun seperti : IUP, IUP-B, IUP-P,
HGU dan memnuhi seluruh ketentuan/persyaratan ISPO.
Pelaksanaan audit ISPO
dilakukan oleh auditor dari lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh
KAN dan mendapat pengakuan dari komisi ISPO. Auditor yang dapat melakukan audit
harus mendapat sertifikat pelatihan auditor ISPO dari komisi ISPO.
2.2 Mekanisme Sertifikasi ISPO
Persiapan sebelum
mengajukan sertifikasi ISPO, perlu melakukan pembenahan di internal perusahaan.
Langkah-langkah yang dapat digunakan adalah: Pertama) melakukan pelatihan
pemahaman prinsip dan kriteria ISPO kepada beberapa staf yang dipersiapkan
sebagai tim internal; Kedua) para personal yang terlatih melakukan analisa
kesenjangan (Gap Analysis) untuk menguji tingkat pemenuhan
perusahaan terhadap ISPO pada tahap awal; Ketiga) perusahaan melakukan
perbaikan berdasarkan prioritas yang ditetapkan. Keempat), setelah perbaikan
dianggap sudah memenuhi, perusahaan mengajukan sertifikasi kepada badan
sertifikasi sesuai pilihannya. Ruang lingkup yang disertifikasi adalah kebun
sendiri dan pabrik kelapa sawit (PKS), perusahaan berkewajiban
mensosialisasikan ISPO kepada para pemasok TBS dari perkebunan lain jika
menerima TBS selain kebun sendiri. Masa sertifikat ISPO berlaku selama 5
tahun sebelum dilakukan penilaian ulang (re-assesment) dan sekali dalam
setahun dilakukan audit pengawasan (survailance).
Akhirnya, yang menjadi
kunci utama suksesnya implementasi ISPO ini adalah komitmen pemilik/top
manajemen perkebunan. Strategi tersebut di atas hanya bisa berjalan efektif
jika pemilik/top manajemen mempunyai komitmen penuh untuk memenuhi
ISPO. Maka ke depan kita dengan bangga mengatakan kepada dunia bahwa semua
minyak sawit Indonesia adalah minyak sawit lestari, perkebunan minyak sawit
yang dikelola dengan mematuhi hukum, melaksanakan praktek perkebunan terbaik
serta memperhatikan lingkungan dan sosial.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
Sistem
sertifikasi Ispo
1.
Penilaian Usaha Perkebunan sebagai prasyarat
2.
Persyaratan Sertifikasi
3.
Pelaku Usaha yang dinilai
Mekanisme
sertifikasi ispo
Persiapan sebelum mengajukan sertifikasi ISPO,
perlu melakukan pembenahan di internal perusahaan. Langkah-langkah yang dapat
digunakan adalah: Pertama) melakukan pelatihan pemahaman prinsip dan kriteria
ISPO kepada beberapa staf yang dipersiapkan sebagai tim internal; Kedua) para
personal yang terlatih melakukan analisa kesenjangan (Gap Analysis)
untuk menguji tingkat pemenuhan perusahaan terhadap ISPO pada tahap awal;
Ketiga) perusahaan melakukan perbaikan berdasarkan prioritas yang ditetapkan.
Keempat), setelah perbaikan dianggap sudah memenuhi, perusahaan mengajukan
sertifikasi kepada badan sertifikasi sesuai pilihannya. Ruang lingkup yang
disertifikasi adalah kebun sendiri dan pabrik kelapa sawit (PKS), perusahaan
berkewajiban mensosialisasikan ISPO kepada para pemasok TBS dari perkebunan
lain jika menerima TBS selain kebun sendiri. Masa sertifikat ISPO berlaku
selama 5 tahun sebelum dilakukan penilaian ulang (re-assesment) dan
sekali dalam setahun dilakukan audit pengawasan (survailance).
DAFTAR
PUSTAKA
https://id.wikipedia.org.wiki/
Wahyudin, A. (2012, Juni 20). di akses pada januari 17, 2016, dari
https://abunajmu.wordpress.com/2012/06/20/indonesian-suistainable-palm-oil-ispo/
Marpaung,H (2012) : “Pengelolaan Kelapa Sawit Berpedoman
ISPO”.Harian merdeka
bisnis
diterbitkan Selasa, 17 Juli 2012.
istem
Sertifikasi, Penilaian Usaha Perkebunan Sebagai Prasyarat, Lampiran I,
Peraturan Menteri No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan
Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil –
ISPO).
Sudrajat,Bambang
(2009) “Menimbang Relevansi Sertifikasi
RSPO”, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 31, No. 6,
2009, hal 10
Krisnamurthi,B (Juli 2012)
“RSPO Bukan Satu-satunya Sistem Sawit Berkelanjutan”, Kantor Berita Antara, diterbitkan Kamis, 20 Juli 2012.
komen ,,
ReplyDelete